Kewajiban Menafkahi Anak Lahir dan Batin
Kewajiban Menafkahi Anak Lahir dan Batin ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Fiqih Pendidikan Anak yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 22 Rabiul Awwal 1447 H / 15 September 2025 M.
Kajian Tentang Kewajiban Menafkahi Anak Lahir dan Batin
Tema ini penting karena negara yang kuat diawali dari keluarga yang kuat. Sebaliknya, negara yang rapuh diawali dari keluarga yang rapuh. Mengapa demikian? Karena negara terdiri dari keluarga-keluarga. Maka, jika ingin berpartisipasi nyata dalam menguatkan sebuah negara, hal paling dekat yang bisa dilakukan adalah menguatkan keluarga.
Tidak semua orang memiliki kesempatan untuk menduduki jabatan. Antara rakyat dengan pejabat, tentu rakyat jumlahnya lebih banyak. Jika urusan negara hanya diserahkan kepada pejabat tanpa adanya partisipasi rakyat, bagaimana mungkin negara bisa kuat? Partisipasi rakyat untuk menguatkan negara dimulai dengan memperkuat keluarga.
Keluarga adalah pondasi sebuah negara. Oleh karena itu, tanggung jawab orang tua tidak hanya sekadar memberikan makanan dan pakaian kepada anak-anaknya. Ada kewajiban yang lebih besar daripada itu. Wajar jika kemudian Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan tegas menyampaikan dalam sebuah hadits:
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَعُولُ
“Cukuplah seseorang dianggap berdosa ketika ia menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Ahmad, dinilai shahih oleh Ibnu Hibban, Al-Baghawi, dan An-Nawawi)
Hadits ini menegaskan bahwa orang tua yang menelantarkan anaknya adalah orang yang berdosa. Sayangnya, ada sebagian orang tua yang tidak memahami bahwa perbuatannya termasuk dosa.
Ada sebagian bapak yang “jejaknya” ada di mana-mana, memiliki anak di banyak tempat, tetapi tidak menafkahi mereka. Perbuatan ini berbahaya karena pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat berat. Bahkan secara tidak langsung, orang seperti ini berpartisipasi dalam melemahkan dan menghancurkan negara.
Semakin banyak keluarga yang rapuh, semakin banyak anak yang tidak diperhatikan, semakin besar pula potensi lemahnya sebuah negara. Maka, wajar jika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menegaskan:
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا
“Cukuplah untuk membuat seseorang berdosa…” (HR. Ahmad)
Bayangkan anak-anak yang kelaparan, tidak punya pakaian, atau tidak bisa bersekolah. Jika mereka tidak mengharapkan nafkah dari orang tuanya, lalu kepada siapa lagi mereka berharap? Kalaupun negara hadir, sering kali perannya terbatas.
Pada masa Khulafaur Rasyidin, anak yatim, anak terlantar, dan anak-anak dengan disabilitas fisik maupun mental semuanya ditanggung oleh negara melalui baitul mal. Padahal mereka tidak diwajibkan membayar pajak. Sekarang, meskipun rakyat membayar pajak, banyak yang justru diterlantarkan.
Dalam kondisi seperti ini, peran orang tua menjadi semakin penting. Sayangnya, tidak sedikit orang tua yang belum memahami apa yang dimaksud dengan nafkah. Ada yang mengira bahwa memberi uang jajan sudah termasuk menunaikan nafkah, atau membelikan telepon genggam sudah dianggap cukup. Padahal, nafkah jauh lebih kompleks daripada sekadar makanan, minuman, dan pakaian.
Karena itu, tema yang kita bahas adalah Kewajiban Menafkahi Anak Lahir dan Batin. Nafkah lahir mencakup sandang, pangan, dan papan. Sandang adalah pakaian, pangan berupa makanan dan minuman, sedangkan papan adalah tempat tinggal. Tempat tinggal tidak harus rumah sendiri; menyewa atau menumpang pun diperbolehkan selama layak dihuni. Yang penting, tempat tinggal, makanan, dan pakaian yang diberikan adalah sesuatu yang pantas dan layak.
Orang tua juga sebaiknya memperhatikan gizi makanan yang diberikan. Tidak harus mahal, sebab makanan bergizi bisa saja murah, seperti sayuran yang ditanam di kebun rumah sendiri. Intinya, kebutuhan makan anak harus diperhatikan. Begitu pula pakaian, bukan sekadar mengikuti tren, tetapi memastikan sesuai dengan aturan agama. Jika pakaian membuka aurat, meskipun sedang tren, tetap tidak boleh diikuti.
Rumah juga demikian, tidak harus mewah, tetapi kalau bisa luas. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “
مِنْ سَعادَةِ الْمَرْءِ الْمَسْكَنُ الْواسِعُ، وَالْجارُ الصّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ الْهَنيءُ
“Termasuk kebahagiaan seseorang adalah rumah yang luas, tetangga yang saleh, dan kendaraan yang nyaman.” (HR. )
Rumah yang luas membuat keluarga merasa lebih lapang, anak-anak bisa bermain dengan leluasa. Sebaliknya, rumah yang terlalu sempit sering membuat penghuninya tidak nyaman.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Mari turut membagikan link download kajian “Kewajiban Menafkahi Anak Lahir dan Batin” ini ke jejaring sosial Facebook, Twitter atau yang lainnya. Semoga menjadi pembuka pintu kebaikan bagi kita semua. Jazakumullahu Khairan.
Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website: www.radiorodja.com
Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :
Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: www.rodja.tv
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55587-kewajiban-menafkahi-anak-lahir-dan-batin/